Download presentation
Presentation is loading. Please wait.
Published byJubair Baharuddin Modified over 7 years ago
1
HUKUM PIDANA LANJUTAN OLEH : JUBAIR Kuliah ke-1
2
Deelneming Deelneming pada suatu delik terdapat apabila dalam suatu delik tersangkut beberapa orang atau lebih dari seorang. Pertanyaannya adalah bagaimana hubungan tiap peserta itu terhadap delik, karena hubungan itu bermacam-macam. Hubungan tersebut dapat berbentuk: 1. beberapa orang bersama-sama melakukan suatu delik. 2. Mungkin hanya seorang saja yang mempunyai kehendak dan merencanakan delik, akan tetapi delik tersebut tidak dilakukan sendiri, tetapi ia mempergunakan orang lain untuk melakukan delik tersebut.
3
3. Dapat juga terjadi bahwa seorang saja yang melakukan delik, sedang yang lain membantu orang itu dalam melaksanakan delik. Ajaran atau pengertian deelneming berpokok pada menentukan pertanggungjawaban daripada peserta terhadap delik. Dalam lapangan ilmu hukum pidana (doctrine) deelneming ini menurut sifatnya dapat dibagi dalam: 1. Bentuk2 deelneming yang berdiri sendiri 2. Bentu2 deelneming yang tdk berdiri sendiri. Ad. 1. Dalm bentuk ini pertanggungjawaban tiap-tiap peserta dihargai sendiri-sendiri. Ad.2. Dalam deelneming ini atau juga disebut “accesoirre deelneming” pertanggungjawaban daripada pserta yang satu digantungkan pada perbuatan peserta yang lain, artinya apabila oleh peserta yang lain dilakukan sesuatu perbuatan yang dapat dihukum, maka peserta yang satu juga dapat dihukum.
4
Pada zaman Code Penal masih berlaku hanya dikenal deelneming yang berdiri sendiri yang berarti pertanggungjawaban dari setiap peserta dihargai sendiri2. Akan tetapi kemudian diadakan pembedaan Ilmu hukum pengetahuan pidana sebagaimana dikemukakan di atas. Bagaimana sikap KUH Pidana terhadap deelneming ? KUH Pidan tidak membedakan antara deelneming yg berdiri sendiri dengan deelneming yang tdk berdiri sendiri (selfstandige deelneming dengan onselfstandige deelneming. Akan tetapi mengadakan perincian antara: - Pelaku (daders) - Membantu melakukan (medeplechters) Perincian mana dapat diketahui dari Pasal 55 dan Pasal 56 KUH Pidana.
5
Pasal 55 KUH Pidana: (1)Dihukum sebagai pelaku dari perbuatan yang dapat dihukum: a. orang yang melakukan, yang menyuruh melakukan, atau turut melakukan perbuatan itu. b. orang yang dengan pemberian upah, janji2, menyalahgunakan kekuasaan kedudukan, paksaan, ancaman atau tipuan atau memberikan kesempatan, ikshtiar atau keterangan, dengan sengaja membujuk supaya perbuatan itu dilakukan. (2) Adapun terhadap orang yang tersebut dalam sub b itu, yang boleh dipertanggungjawabkan kepadanya hanyalah perbuatan yang sengaja dibujuk oleh mereka itu serta akibat perbuatan itu.
6
Pasal 56 KUH Pidana : Sebagai pembantu melakukan kejahatan dihukum: 1.Orang yang dengan sengaja membantu waktu kejahatan itu dilakukan. 2.Orang yang dengan sengaja memberi kesempatan, ikhtiar atau keterangan untuk melakukan kejahatan itu Dari keduap pasal tersebut, nampak bahwa yang diatur dalam pasal 55 adalah siapa yang dianggap sebagai pelaku, dan dalam pada itu KUH Pidana mengenal 4 macam pelaku: a. yang melakukan, b. yang menyuruh melakukan, c. yang membantu melakukan, dan d. yang memberi upah, janji2 dsb. Sengaja membujuk (uitlokken)
7
Pasal 56 KUH Pidana: Yang dianggap sebagai pembantu, yaitu : 1. yang membantu waktu kejahatan dilakukan 2. yang sengaja memberi kesempatan, ikhtiar atau keterangan untuk melakukan kejahatan itu. Berkaitan dengan perincian yang diadakan oleh KUH Pidana tersebut, maka oleh beberapa sarjana mengadakan perincian lain, yang terbagi dalam 3 kelompok : 1. pelaku (daders) 2. pembujuk (uitlokers) 3. yang membantu melakukan (medeplichtigers)
8
Perincian diatas didasarkan pada pendapat mereka, bahwa dalam bentuk pembujukan (uitlokking) sipembujuk tdk dapat disebut sebagai pelaku, oleh karena pelakunya dalam hal ini adalah orang lain. Untuk mengetahui maksud dari Pasal 55 KUH Pidana dapat dijelaskan sebagai berikut: A. Orang yang melakukan Maksud dari kalimat ini adalah barang siapa yang melakukan “sendiri” suatu perbuatan yang dilarang oleh undang2. Untuk mengetahui siapa pelaku dari suatu delik, dapat pula dilihat pada jenis2 delik : I. Delik dengan perumusan formil. Pelakunya adalah barang siapa “yang memenuhi unsur-unsur (perumusan) delik”
9
II. Delik dengan perumusan materil. Pelakunya adalah barang siapa “yang menimbulkan akibat yang dilarang oleh undang2” III. Delik yg memiliki unsur kedudukan atau kwalitas (hoedenigheid en qualiteit). Pelakunya adalah mereka “yang memenuhi unsur, kedudukan atau kualitas” sebagai yang ditentukan itu, yaitu misalnya kejahatan dalam jabatan, yang dapat melakukan adalah hanya pejabatnya. Dapat disimpulkan bahwa pelaku adalah: barang siapa yang memenuhi semua unsur perumusan delik.
10
B. Yang menyuruh melakukan. Ajaran ini juga disebut : “mijdelijke daderschap” (perbuatan dengan perantaraan). Maksudnya adalah: Seseorang yang berkehendak untuk melakukan sesuatu delik tidak melakukannya sendiri, akan tetapi menyuruh orang lain untuk melakukannya. Menyuruh melakukan ini harus memenuhi syarat penting, yaitu : Orang yang disuruh itu harus “orang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan” menurut KUH Pidana.
11
Apa perbedaan antara menyuruh melakukan (doen plegen) dengan membujuk (uitlokking) : - Menyuruh melakukan (doen plegen) Orang yang disuruh melakukan sesuatu delik harus orang yang tdk dpt dipertanggungjawabkan menurut KUHP. - Membujuk (uitlokking) Orang yang dibujuk untuk melakukan sesuatu delik harus orang yang dapat dipertanggung jawabkan menurut KUHP
12
Menurut KUH Pidana, terdapat beberapa jenis orang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan, yaitu : a. Orang yang menurut Pasal 44 jiwanya dihinggapi oleh sesuatu penyakit jiwa (tidak normal). b. orang yang disuruh (onmiddelijke daders) itu berada dalam keadaan “dipaksa” (overmacht) sebagaimana diatur dalam Pasal 48 KUH Pidana. c. Apabila onmiddelijke dader itu disuruh melakukan suatu tugas negara yang tidak sah. Dalam hal ini onmiddelijke dader tsb harus memenuhi sayarat2 sebagai ditentukan dalam Pasal 51 ayat (2), yaitu pelaksanaan perintah yang tidak syah itu harus dilakukan
13
Dalam hal onmiddelijke dader tersebut harus memenuhi syarat2 yang ditentukan dalam Pasal 51 ayat (1), yaitu pelaksanaan perintah yang tdk sah itu harus dilakukannya: dengan itikat baik (tar goeder trouw) dan harus dianggap sebagai perintah yang syah. Pelaksanaan perintah yang tdk syah itu harus di dalam lingkungan kekuasaannya.
14
d.Apabila onmiddelijke dader itu salah faham atau keliru mengenai salah satu unsur dari delik. Contoh : A mengetahu sesuatu benda yang terletak di atas meja adalah milik C, akan tetapi B tidak mengetahui akan hal itu. Kemudian A memerintahkan kepada B untuk mengambil dan menyerahkan benda itu kepada A. A tahu benar bagwa benda itu milik C, akan tetapi B tidak mengetahui bahwa benda itu milik A. Walaupun dalam hal ini yang mengambil benda itu adalah D, akan tetapi karena ia salah faham atau keliru dalam salah satu unsur delik, maka ia tdk dapat dipertanggungjawabkan.
15
Contoh : Disamping itu mungkin pula bahwa onmiddelijke dader, yaitu orang yang disuruh melakukan delik itu tidak mempunyai unsur oogmerk (kesengajaan sebagai syarat dari pada delik). Misalnya : A distasiun memerintahkan kepada B seorang kuli untuk mengambil sebuah koper yang tdk terjaga dan menyerahkan kepa A. Setelah B melakukan perintah tersebut, A pergi. Dalam hal ini walaupun B yang mengambil koper, akan tetapi karena padanya tidak ada kesengajaan untuk mengambil barang itu dengan melawan hukum, maka ia tidak dapat dipertanggungjawabkan.
16
e. Jika onmiddelijke dader tidak memiliki unsur kedudukan atau kualitas (hoedanigheid en qualiteit) yaitu yang menjadi sayarat delik, sedang unsur tersebut dimiliki oleh orang yang menyuruh (middelijk dader). Contoh : Kejahatan dalam Jabatan. Kejahatan dalam jabatan hanya dapat dilakukan oleh pegawai negeri. A seorang pegawai negeri, ia menyuruh orang yang bukan pegawai negeri untuk melakukan delik yang merupakan kejahatan dalam jabatan. Misalnya A menyuruh B untuk meminta uang suap kepada C. Dalam hal ini B tidak melakukan kejahatan dalam jabatan, sebab ia tidak memiliki unsur pegawai negeri, dan karenanya ia tidak dapat dipertanggungjawabkan.
17
Dalam hal ini menyuruh disebut juga middelijke dader atau MANUS DOMINA, sedangkan disuruh disebut juga ONMIDDELIJKE DADER atau MATERIELE DADER atau MANUS MINISTRA. Jika ditinjau lebih jauh persoalan “melakukan atau perbuatan (pleger atau daderschap) ini, maka dalam hal ini sesorang tidak perlu melakukan deliknya secara langsung, akan tetapi ia dapat mempergunakan alat atau sarana lainnya.
18
Sebagai Contoh 1: Seorang igin membunuh bayinya, dan meletakkan di bawah terik mata hari, hingga sibayi meninggal. Dalam hal ini meletakkan bayi di tempat yang pasnas tadi tidak mengakibatkan kematian si bayi secara langsung. Contoh 2 : A berkehendak membunuh B dengan mengirimkan makanan yang diberi racun. Dalam hal ini kematian B tidak ditimbulkan secara langsung oleh A akan tetapi menggunakan alat atau sarana (instrumen).
19
Pertanyaannya adalah Apakah terdapat “menyuruh melakukan” jika pelaku materilnya (materiele dader – nya) seorang anak yang belum dewasa. Mengenai hal ini dapat diterangkan bahwa seorang anak muda yang belum dewasa, akan tetapi anak itu sehat jiwanya, maka dalam hal ini pada umumnya anak tersebut bertanggungjawab penuh, kecuali apabila ia diliputi pasl 44 KUH Pidana. Artinya, jika anak yang disuruh itu sehat jiwanya tidak terdapat perbuatan menyuruh melakukan. Sebagian sarjana berpendapat bahwa apabila anak yang disuruh itu demikian mudanya, padanya tidak dapat dianggap terdapat kesengajaan (opzet) atau kehendak sehingga dalam hal itu bisa terdapat menyuruh melakukan (doen plegen).
20
Cotoh Kasus : A dan B adalah orang dewasa. A berkehendak untuk merusak barangnya C berupa jendela kaca. Dan untuk melakukan kehendaknya itu, oleh karena ia lebih kuat dari pada si B, ia melemparkan badan si B kejendela kaca si C, sehingga jendela kaca itu pecah. Dalam hal ini terdapat delik seperti diatur dalam pasal 406 yaitu merusak barang orang lain. Apakah dalam hal ini terdapat menyuruh melakukan ?. Jawabannya, bahwa karena si-B adalah orang sehat jiwanya, maka tidak dapat disebut menyuruh melakukan. Dan B pun tidak dapat dikategorikan dalam keadaan overmacht, sebab orang yang berada dalam keadaan overmacht itu mempunyai kehendak, akan tetapi kehendak yang tidak bebas. Jadi : A tidak dapat dikatakan pelaku tidak langsung, akan tetapi pelaku biasa, sebab B tidak memenuhi pasal 44. B adalah alat mati (willoos wertuig).
21
C. Yang Membantu Melakukan Keadaan ini terdapat apabila beberapa orang bersama- sama melakukan sesuatu perbuatan yang dapat dihukum. Inti dari membantu melakukan : Perumusan di atas belum dapat diketahui apa inti dari medeplegen. Oleh sebab itu ilmu hukum pidana menentukan syarat-syarat dalam hal mana terdapat medeplegen, yaitu : 1. Apabila beberapa orang melakukan suatu perbuatan yang dilarang diancam pidana oleh undang2, dengan kekuatan badan sendiri. 2. Antara beberapa peserta yang melakukan bersama- sama suatu perbuatan yang dilarang itu harus ada kesadaran bahwa mereka bekerjasama.
22
Bagaimana timbulnya kesadaran itu ? Dapat diterangkan bahwa pada umumnya apabila beberapa peserta itu, sebelum melakukan suatu perbuatan yang dilarang, terlebih dahulu melakukan perundingan atau permufakatan untuk melakukan suatu delik. Kalimat “pada umumnya” menunjukkan bahwa perundingan atau permupakatan lebih dahulu bukanlah syarat mutlak, melainkan sudah cukup jika mereka dengan sadar bekerjasama pada waktu mereka melakukan suatu perbuatan yang diacam pidana.
23
Sebagai Contoh : A dan B tidak saling mengenal satu sama lain. A hendak mencuri di rumah C, dan untk itu ia menuju kerumah C guna melakukan kehendaknya. Dirumah itu ia berjumpa dengan B yang ternyata mempunyai kehendak yang sama, dan bersama-sama mereka memasuki rumah tersebut. Walaupun kedua orang itu tidak melakukan permufakatan lebih dahulu, akan tetapi mereka sadar bahwa mereka mempunyai tujuan yang sama. Jadi dalam hal ini terdapat membantu melakukan.
24
Apakah membantu melakukan (medeplegen) merupakan turut melakukan (mededaderschap) atau lain ? Sebagai dikemukakan di atas bahwa syarat2 untuk menentukan perbuatan membantu melakukan berasal dari ilmu hukum pidana atau doktrin. Dalam doktrinpun terdapat perbedaan faham. Yang menjadi persoalan adalah apakah membantu melakukan suatu bentuk dari turut melakukan (mededaderschap) atau lain ? Bilamanakah terdapat bentuk mededaderschap ? Mededaderschap terdapat apabila beberapa orang bersama-sama melakukan delik. Penganut ajaran ini antara lain Prof. Simons yang mengajarkan, bahwa: orang yang turut melakukan (mededaer) harus memenuhi syarat dari tiap2 unsur yang merupakan syarat sebagai pelaku menurut ketentuan undang- undang.
25
D. MEMBUJUK (UITLOKKEN) Setiap perbuatan yang menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu perbuatan yang dilarang oleh undang2. Untuk dapat disebut uitlokking, dalam usaha untuk menggerakkan orang lain itu senantiasa harus dipergunakan, cara daya-upaya sebagaimana diatur dalam pasal 55 ayat (2) KUH Pidana. Persamaan dan perbedaan membujuk (uitlokking) dengan menyuruh melakukan (doen plegen). Persamaan antara kedua hal tersebut adalah terdapat seseorang yang berkehendak melakukan suatu delik, akan tetapi tidak melakukannya sendiri, tetapi menggunakan orang untuk melakukan kehendaknya. Sedangkan perbedaannya adalah :
26
uitlokking : yang melakukan delik yaitu yang dibujuk, harus seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan menurut KUH Pidana. Sedangkan Doen plegen : yang melakukan delik (pelaku materilnya) harus seseorang yang tdk dapat dipertanggungjawabkan menurut KUH Pidana. pada uitlokking : harus dipergunakan ikhtiar sebagaimana ditentukan secara limitative oleh KUH Pidana. Seadangkan pada doen plegen tidak perlu dengan ikhtiar seperti pada uitlokking.
27
Yang penting diketahui dalam hal uitlokking adalah bahwa ikhtiar dalam uitlokking harus ada hubungan causaal dengan perbuatan yang dilakukan oleh pelaku (yang dibujuk). Artinya karena dipergunakan ikhtiar oleh seseorang terhadap orang lain, maka orang lain itu melakukan sesuatu delik. Contoh : A memberi B uang Rp. 1000.000 dengan perjanjian bahwa B harus menganiaya C yang memang musuh A. Akan tetapi ternyata bahwa B memang bermusuhan juga dengan si C dan juga mempunyai kehendak untuk menganiaya C. Apabila dapat dibuktikan bahwa B juga mempunyai kehendak untuk menganiaya C, maka A tidak dapat dipertanggung jawabkan terhadap perbuatan si B itu.
28
Syarat2 Uitlokking Pada umumnya uitlokking harus memenuhi sayarat2 sbb : 1.Harus ada orang yang menggerakkan orang lain untuk melakukan sesuatu delik. 2.Dalam hal itu harus digunakan ikhtiar seperti diatur dalam pasal 55 3.Harus terdapat orang lain yang juga dapat digerakkan dengan ikhtiar tersebut. 4.Orang itu harus melakukan delik untuk mana ia digerakkan.
29
Daya-Upaya: Ikhtiar menurut pasal 55 KUH Pidana adalah sebagai berikut: 1.Pemberian2 : Bentuk ikhtiar ini tidak perlu berupa uang, akan tetapi juga dapat berbentuk barang. 2.Janji2 : yang berarti kesanggupan, inipun tidak perlu berupa uang, akan tetapi yang mungkin juga berupa, barang, pangkat, dsb. 3.Menyalahgunakan kekuasaan: artinya menggunakan kekuasaan secara salah. Yang dimaksud adalah bahwa kekuasaan itu harus dimiliki 4.Menyalah-gunakan kedudukan yang terhormat (misbruik van aanzien) Misalnya: seorang Bupati, kepala desa, atau tokoh lain yang terpandang yang mempunyai kedudukan yang dihormati di daerahnya.
30
5. Kekerasan (gewald), seseorang menggunakan kekerasan terhadap orang lain agar orang tersebut melakukan suatu delik. Dalam hal ini tidak terdapat uitlokking tetapi doenplegen atau middelijkdaderschap, karena orang terhadap siapa dipergunakan kekerasan berada dalam keadaan overmacht. Agara terdapat uitlokking dalam hal ini, maka kekerasan yang digunakan harus sedemikian rupa hingga kekerasan ini menurut perhitungan yang layak dapat dielakkan dan tdk menimbulkan overmacht.
31
6. Ancaman (bedreiging) dalam hal ini juga harus dipertimbangkan hal-hal seperti yang terdapat dalam penggunaan kekerasan. 7. Memberikan kesempatan atau keterangan. Memberi kesempatan ini terdapat apabila misalnya seseorang pembantu rumah tangga meminjamkan anak kunci kepada orang lain untuk melakukan pencurian dirumah majikannya. Sedangkan “keterangan” berarti memberikan informasi kepada seorang yang berbiat mencuri di rumah majikannya, bahwa sebentar malam majikannya tidak berada dirumah.
Similar presentations
© 2025 SlidePlayer.com. Inc.
All rights reserved.